Kamis, 09 Februari 2012

Sholat khusyu

Diambil dari Buku Kisah Penuh Hikmah 2 :



Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk sholatnya. Namun dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk.
Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan sholat?"

Hatim berkata : "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu’ zahir dan batin."

Isam bertanya, "Bagaimana wudhu’ zahir dan batin itu?"

Hatim berkata, "Wudhu’ zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu’ dengan air.
Sementara wudhu’ batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :-
1. Bertaubat
2. Menyesali dosa yang dilakukan
3. Tidak tergila-gilakan dunia
4. Tidak mencari / mengharap pujian orang (riya’)
5. Tinggalkan sifat berbangga
6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. Meninggalkan sifat dengki

Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku bersiap shalat dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian ‘Sirratul Mustaqim’ dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.
Setiap bacaan dan doa dalam shalat ku fahami maknanya, kemudian aku ruku’ dan sujud dengan tawadhu’, aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas.

Beginilah aku bershalat selama 30 tahun."
Tatkala Isam mendengar, menangislah dia karena membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.

Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.

Wassalam,

M. Edi S. Kurniawan

MENUNDA by JamilAZZAINI

Salah satu kebiasaan orang yang tidak berkembang bahkan kualitas hidupnya cenderung menurun adalah menunda. Mengapa? Karena, menunda akan meningkatkan stres dan membuat stres bertahan lama dalam kehidupan seseorang. Menunda juga membuat Anda sering menengok ke belakang dan memikirkan pekerjaan-pekerjaan masa lalu yang seharusnya sudah tuntas.

Untuk mencapai kehidupan yang terbaik, Anda harus konsisten mengurangi jarak kehidupan Anda saat ini dengan impian yang hendak Anda wujudkan. Anda tidak boleh disibukan dengan aktivitas masa lalu yang seharusnya sudah Anda tuntaskan. Oleh karena itu, menunda pekerjaan tidak boleh menjadi kebiasaan.

Saya pernah menyesal menunda menengok teman saya yang sakit. Ketika itu saya pulang dari Surabaya. Dari Bandara saya sudah berniat untuk langsung menuju rumah sakit Harapan Kita. Di rumah sakit itulah sahabat saya Abdul Jabbar dirawat. Namun ketika sudah hampir masuk pintu gerbang rumah sakit, tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya, “Ah, masih terlalu pagi, nanti siang saja saya kesini.”

Saya urungkan niat dan meminta driver mengantar ke SindoFM untuk rekaman. Usai rekaman di radionya profesional muda itu saya merencanakan akan kembali ke rumah sakit. Rekaman di SindoFM pun dimulai. HP saya silent. Usai rekaman saya buka HP dan ternyata ada SMS yang mengabarkan bahwa sahabat saya Abdul Jabbar meninggal beberapa menit yang lalu.

Menunda beberapa menit telah membuat saya begitu menyesal. Abdul Jabbar bukan hanya seorang sahabat, dia juga salah satu asisten terbaik saya. Dia yang memback-up semua pekerjaan opersional saya. Abdul Jabbar kini telah tiada, namun penyesalan itu masih ada dalam diri saya.

Saya juga bertemu orang yang menyesal karena menunda menikah. Ia menyesal karena saat pensiun anaknya belum ada yang kuliah. Saat anak-anak membutuhkan biaya yang besar ia sudah renta dan tenaganya sudah melemah.

Teman saya di kampus IPB dulu terpaksa tidak menyelesaikan perkuliahan hanya karena menunda usul judul penelitian. Lima tahun masa kuliah yang dia jalani dengan susah payah tidak membuat orang tuanya bangga. Orang tuanya ingin anaknya bergelar Insinyur Pertanian, tetapi gelar itu gagal ia dapatkan.

Jangan pernah menunda untuk membahagiakan orang tua Anda. Jangan pernah menunda untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan Anda. Jangan pernah menunda ketika Yang Maha Kuasa memanggil Anda untuk menuju rumah-Nya. Jangan pernah menunda untuk berbuat kebaikan. Anda hanya boleh membiasakan menunda ketika setan membukakan pintu untuk Anda berbuat maksiat..

Salam SuksesMulia!

Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini

"Nenek Pemungut Daun"

Kiriman dari seorang sahabat, diambil dari milis kisah hikmah :

Kisah ini membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah saw?

Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.

"Nenek Pemungut Daun"

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.

Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.

Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.

Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

"Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."