Senin, 26 September 2011

Nasib Anak Jalan, Anak Itu bernama AMIR (kisah nyata)

malam ini tgl 26 september 2011, yah... aku baru saja menyelesaikan beberapa tugasku. yang terakhir mengantarkan pesanan bekas kantor ku, ( PT. TELKOM Tbk ) karena aku dulu begitu akrab dengan orang2 di sini, akupun leluasa keluar masuk main internet menggunakan perangkat kantor, ada beberapa temanku yang masih belum pulang karena lembur, memang terbiasa sudah dulu waktu saya bekerja di sinipun begitu selalu pulang larut ^_^. jangan d contoh yah..... tapi bukan ini kisah yang akan kuceritakan, melainkan kisah anak jalanan yang aku temui ketika pulang.

tepat jam 10, aku pamit pulang meninggalkan 2 orang temanku yang masih bekerja, pulang melewati jalanan yang rutin, menyusuri tepian sungai mahakam, karena rumahku menyebrang melewati jembatan mahakam. menikmati suasana, melihat kekiri dan kenanan memperhatikan tingkah laku orang2, ada yang sekedar nongkrong, berduaan, berdagang, berjaga, dan lain-lain yang biasa terlihat di kehidupan malam di tepian sungai mahakam.

Kemegahan Islamic Center Samarinda tak bisa di tinggalkan begitu saja, aku melihatnya memperhatikan bangunannya dan melihat tingkah laku orang-orang di depannya. aku terbiasa untuk memberhentikan motor ku di pertigaan islamic karena biasa ada anak-anak jalanan yang ikut, mereka adalah penjual koran malam. mereka biasa start dari sehabis magrib hingga jam 11 malam, kalau belum habis terpaksa mereka lembur. tapi tak terlihat seorangpun di pertigaan ini. jadi aku meneruskan perjalanan pulangku.

berjarak sekitar 200 meter dari pertigaan islamic center barulah aku menemukan seorang anak jalanan yang memegang koran yg di jualnya di kejauhan, dia berusaha memberhentikan kendaraan roda 2 untuk menumpang pindah ke tempat lain, ( kalau ga karang asam, yah jembatan mahakam ) itu yg biasa saya antar. nah beruntung dalam hatiku aku masih bisa beramal untuk mengantarkannya.

"Mau kemana de ?" tanyaku. " ke jembatan mahakam om" jawabnya. "ok lah ayo naik." aku mempersilahkan dia tuk naik di belakangku. aku menghibur perjalananku dengan bernyanyi. lagu2 yg ku ingat. tp dalam hatiku kenapa tidak kuajak dia ngobrol.... " dari mana de ? " pertanyaanku mengawali pembicaraan. "dari karang asam" jawabnya. terus dia bercerita tentang nasib yang menimpanya barusan. apa yg di ceritakannya membuat hatiku miris, dan sakit, ingin rasanya memberikan sesuatu untuknya agar bahagia, baiklah akan ku beritahu apa yang di ceritakannya padaku.

jadi ade ini baru mengalami kejadian yang tidak mengenakkan, bisa di bilang dia korban tindak kriminal. ya dia baru saja kehilangan tas yang berisi, koran (dagangannya), uang setoran 20 rb, dan uang hasil tabungannya 20 rb. saat bertanya berapa total yg hilang dia memprediksikan sekitar 50rban lebih... miris hatiku mendengarnya. aku lanjut bertanya, "gmn kok bisa hilang ?" "saya titip di tukang parkir (biasa dia menitp barangnya wilayah parkiran depan islamic center taman tepian sungai) di halte situ om, terus saya liat pengamen, pas saya liat lagi tas saya dah hilang ", jawabnya. "loeh mana tukang parkirnya ?" tanyaku. dia menjawab, "tukang parkirnya tadi lagi beli minuman" #tarik nafas panjang....

"Kenapa uangnya tidak di taruh di kantong ?" tanyaku untuk memberi solusi. Dan dia bercerita panjang setelah itu yang membuat aku lebih terkejut untuk menjawab pertanyaanku, jadi inti dari ceritanya adalah, mereka sering di bajak oleh kelompok orang2 dewasa, pengamen makassar mereka biasa berempat atau lebih dan ukuran badan mereka sebesar orang dewasa kaya aku ( menurut pengakuan dia ) yah akupun sangat sakit karena aku juga berasal dari sana. selain di bajak mereka biasa di pukuli kalau tidak memberi atau ketahuan berbohong. aku berusaha memberikan solusi, coba lapor polisi.... dia menjawab... sudah pernah om, tp ga da bukti, terus kalau lapor polisi kami akan di pecahkan kepalanya " " ah itu cuma ancaman " komenku. kan ada pos polisi dekat banget di situ ( sekitar 20 meter dari pertigaan ) " tapi om sudah 3 orang yg di pecahkan kepalanya yang di hantupkan di semen terakhir orang buton temen saya, nah karena kejadian itu baru polisi menangkapnya " <<< ini yg ketahuan.

wah parah, beginikah kehidupan anak jalanan, yang mencari nafkah untuk sekolah dan makan, asal para pembaca tahu kalau koran mereka terjual 1 buah mereka akan mendapatkan upah Rp.500,- mereka maximal hanya mendapat sekitar Rp.10.000,- kalau koran mereka habis, kalau tidak habis biasanya mereka akan di marahi oleh penerbit. wah kacau gumamku dalam hati. kadang demi menghabiskan koran mereka, mereka rela tidak pulang atau bahkan pulang hingga dini hari.

Umur mereka kisaran 6-10 tahun karena saya tahu mereka semua masih SD, saya pernah bertanya kepada mereka. kembali ke cerita awal. yah akhirnya kami menemukan 2 temannya di gerbang jembatan mahakam yg berusaha tuk memberhentikan kendaraan, aku berhenti untuk mempersilahkan 2 orang temannya itu tuk ikut, tp mereka menolak, entah apa alasannya. yah aku lanjutkan perjalanan hingga kami menyebrangi jembatan mahakam. aku ingin sekali melindunginya, hingga aku bertanya, ada hp de ? ah parah kenapa aku bertanya begini kalaupun ada pasti dah di ambil sama pembajak sialan itu. ( dalam hatiku langsung menjawab begitu ),,, lain kali de sembunyikan uangmu di semak2.... " ia om sudah kami lakukan " ternyata mereka sudah pernah melakukannya....

Karena dia bilang bakalan gak pulang malam ini karena takut tidak setoran, akhirnya aku memberikan uang kepadanya untuk mengganti setorannya. " ini de ada uang, ambillah untuk bayar setoranmu dan beli tas baru " tidak seberapa memang tapi aku yakin itu bisa membuatnya lebih bahagia, pesan terakhirku ke dia adalah, sering2 sholat de, terus berdoa saja semoga ALLAH yang pasti akan membalas kelakuan mereka padamu ", "ia om" jawabnya. " eh siapa namamu ? " tanyaku sebelum pergi. " " Amir OM, makasih ya om " menutup perbincangan kami.

Air mataku tidak keluar, tapi bathinku terasa hancur, bagaimana orang dewasa tega membajak dia, kan mereka juga kesusahan, dasar tidak punya nurani dalam hatiku sambil mengendarai motorku, akh sialan, tunggu kalau bertemu. hingga selesai menulis cerita nyata ini hatikupun masih geram dengan kelakuan pembajal dan maling itu.